Saat merayakan ulang tahun pernikahan yang ke-50, seorang nenek membeberkan rahasia pernikahannya yang langgeng dan bahagia. “Di hari pernikahan saya, saya memilih 10 kesalahan suami yang akan saya abaikan,” kata nenek itu. Lalu seorang tamu bertanya apa 10 hal itu, dan dijawab, “Jujur saja, saya tidak pernah menulisnya, tetapi bila suami saya melakukan sesuatu yang membuat saya sangat marah, saya akan berkata pada diri saya sendiri, ‘Beruntunglah dia, itu salah satu dari 10 hal yang saya abaikan.’” Tidak ada manusia yang sempurna, dan bila dua manusia tak sempurna menjadi satu, tentu ada hal yang menjengkelkan bahkan menyakitkan terjadi. Tetapi bila Anda ingin pernikahan Anda langgeng, mengampuni harus menjadi komitmen Anda.
MENGAMPUNI BUKAN MANUSIAWI, TETAPI ILAHI. Naluri egois manusia ingin membalas, atau paling tidak melihat orang tersebut “kena batunya.” Mengampuni berarti menyerahkan hak untuk membalas dan memperoleh keadilan pada Tuhan, serta meminta kasih-Nya dilimpahkan pada hati kita untuk sanggup mengampuni.
MENGAMPUNI BUKAN PERASAAN. Walaupun hati Anda masih merasa sakit, tetapi Anda tetap bisa mengampuni dan berkata, “Tuhan, aku ampuni orang itu…” Mengampuni adalah sebuah keputusan, bahwa Anda mau melakukan apa yang benar di hadapan Tuhan. Keputusan ini tidak mudah, dan mungkin butuh beberapa waktu lamanya untuk perasaan Anda berubah. Tetapi perasaan akan mengikuti keputusan Anda, bukan sebaliknya, keputusan Anda didasarkan atas perasaan.
MENGAMPUNI BUKAN BERARTI MELUPAKAN. Ingatan yang “disembuhkan” bukanlah ingatan yang “dihapus”, karena kita tidak bisa menghapus masa lalu dan kadang kita masih mengingat kejadian itu. Tetapi, mengampuni adalah mengingat tanpa geram, melainkan dengan penuh belas kasihan dan berfokus pada masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar